Rasa-rasanya sudah lama saya vakum dari dunia tulis menulis dengan gaya tulisan ngepop, malam ini adalah malam minggu, yang sebagian orang (yang berpasangan) keluar memadu kasih (aku rak popo).
Dari kegelisahan malam minggu ini aku nyoba buka-buka medsos. Eh, ternyata rame mahasiswa maupun mahasiswi (belum bisa dipastikan jomblo apa nggak) membicarakan soal kebingungan mereka memilih organisasi yang cocok untuk mereka, dan kebingungan mereka dengan dinamika kampus yang jauh berbeda dengan dinamika di MA, SMA, atau SMK mereka dulu.
Hampir semua mahasiswa baru mengalami hal yang sama, tidak terkecuali saya. Dulu, empat tahun yang lalu saya masuk di IAIN Walisongo yang sekarang menjadi UIN Walisongo, kampus dengan segala hiruk-pikuknya. Terdapat seabrek organisasi mahasiswa di kampus ini, mulai dari organisasi Ekstra, Intra, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Universitas maupun Fakultas. Tidak ketinggalan, Organisasi Daerah (Orda) berbejubel di kampus yang oleh kawan-kawan aktivis disebut sebagai ‘kampus rakyat’ ini.
Saat itu, di siang dengan matahari semarang yang cukup terik, tepatnya setelah mengikuti kegiatan OPAK (OPAK 2012), saya merasa seperti artis baru, menjadi rebutan senior organisasi ini-itu. Bak sales, mereka menawarkan brosur, pamflet dan janji-janji manis, walau terkadang dari beberapa senior perempuan itu memang benar-benar tampak manis.
Saya merupakan mahasiswa dari salah satu Desa di Kota Jepara, yang kalau dicari di peta Indonesia tidak akan ketemu dimana letaknya. Tapi jangan sedih, sekarang di google map sudah bisa melacak dimana Desaku. Bahkan gang masuk rumahku tampak jelas di google map.
Lha kok malah jadi cerita rumah, kembali ke cerita mahasiswa baru. Waktu itu saya hanya berfikir berangkat dari rumah menuju Semarang, Kuliah kemudian bisa lulus tepat waktu, bekerja dan kemudian menikah. Persoalan menikah dengan ‘siapa’ itu soal lain yang bisa kupikirkan belakangan. Se-sederhana itu, Waktu itu. Dan seiring proses hidup, sekarang ekspektasi hidup sudah semakin tinggi.
Ketika membaca pamflet, brosur dan tentu juga sembari mengingat manisnya senior perempuan pemberi pamflet dan brosur organisasi itu, membuat kebanyakan mahasiswa bingung, yang efeknya mahasiswa akan memilih (maksudku memilih organisasi, bukan memilih senior perempuan manis yang saya sebutkan tadi) tanpa berfikir jernih yang sesuai kebutuhannya.
Saat masa-masa itu, aku bertemu kawan-kawan di Lembaga Penerbitan Mahasiswa (LPM) Justisia di Fakultas Syariah (sekarang menjadi Fakultas Syariah dan Hukum), mendaftarlah aku di organisasi yang menerbitkan jurnal dan majalah itu. Seluruh proses untuk menjadi kru lembaga pers mahasiswa ku-ikuti, mulai dari workshop materi sampai workshop lapangan.
Waktu terus berjalan dengan segala prosesnya, ku-putuskan untuk fokus di Justisia bersama kawan-kawan angkatan 2012 yang oleh Pemimpin Umum Justisia (waktu itu Nazar Nurdin, yang Sekarang menjadi wartawan di Kompas.com) kami-kami ini disebutnya sebagai ‘kecebong’, kenapa kecebong?, Karena kecebong merupakan evolusi katak setelah telur. Artinya, kami-kami ini baru proses tumbuh yang diharapkan akan terus tumbuh menjadi katak dewasa yang bisa loncat kesana kemari (tentu kata ‘katak’ tidak diartikan sebagaimana makna aslinya). sekaligus dari sinilah aku mendapatkan nama panggilan baru ‘emon’, entah apa filosofinya, Sampai sekarang pun aku gagal paham dengan sapaan itu.
Setelah berjalan kurang lebih tiga tahun, ada pemekaran Fakultas, jurusan yang berbau hukum akan berafiliasi di Fakultas Syariah dan Hukum dan jurusan yang berbau ekonomi akan berafiliasi ke Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI). Masa transisi ini-lah yang kemudian menuntut kami, Justisia angkatan 2012 yang kebetulan termasuk dalam prodi Ekonomi Islam dan D3 Perbankan Syariah harus rela hati berpisah dengan kawan-kawan di Justisia, kami harus mendirikan Lembaga Pers Mahasiswa baru di FEBI. Hiks.
Kami bersepakat mendirikan Lembaga Pers di FEBI yang kalau tidak salah waktu itu dengan dana satu juta lima ratus ribu rupiah. Sebagai dana persiapan UKM. Kami mulai mendiskusikan segala sesuatunya, selain internal 2012, kami juga mendiskusikannya dengan senior-senior, diantaranya; mas Tedi Kholiludin, Mas Ubbadul Adzkiya’, Mas Arif Mustofifin, Mas Sujiantoko, dan masih banyak senior yang sumbangsingnya besar untuk lembaga ini. Mereka-mereka inilah yang ikut merumuskan segala sesuatunya di Lembaga Pers Mahasiswa di FEBI yang kami beri nama Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Invest.
Di LPM ini, kami menerima siapa saja yang kiranya mau dan ingin belajar bersama perihal jurnalistik, serta apapun yang perlu didiskusikan. Pada akhirnya kami bisa menerbitkan majalah yang kami beri nama “majalah Oikos”. Majalah ini adalah bentuk menifestasi dari diskusi-diskusi yang kami lakukan bersama, serta bentuk sumbangsih nyata untuk pergulatan terhadap diskursus-diskursus ekonomi Islam yang terus berkembang.
Lho kok malah promosi. hehe, hanya sekedar mengabarkan tidak bermaksud promosi (promosi ding). Nah, untuk itu, untuk kawan-kawan mahasiswa baru yang mengalami kebingungan memilih organisasi di kampus, tentukan mulai sekarang, karena itu akan menentukan jalanmu. (ini petuah dari mahasiswa tingkat akhir yang lebih berpengalaman)
Maka dari itu, Untuk mahasiswa baru FEBI, kami menunggu kalian untuk bergabung bersama kami, barangkali kalian mempunyai semangat yang lebih untuk berproses bersama kami di LPM Invest. Ehm.
(M. Maulana Ali_[i]).