Tujuh Agustus adalah hari jadi Kabupaten Pati yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 2 Tahun 1994. Sebuah kabupaten dengan jargon Kridane Panembah Gebyaring Bumi ini memiliki makna bahwa dengan bekerja keras dan penuh doa kita gali bumi (Pati) untuk meningkatkan kesejahteraan lahiriah dan batiniah.
Tentu saja dapat ditemukan berbagai profesi ketika mendatangi Kabupaten Pati. Ada petani, nelayan, PNS, jurnalis, pedagang, bahkan paranormal pun menjadi sebuah profesi. Tak heran kalau kabupaten ini mendapat julukan ‘Kota Seribu Paranormal’ karena memang dapat dengan mudah menemukan paranormal (dukun) di sini. Tapi bukan berarti Pati menjadi tempat tujuan hanya ketika patah hati. Karena sudah bukan musimnya lagi cinta ditolak dukun bertindak.
Nah, yang sedang musim di Pati saat ini adalah sedekah bumi. Sedekah bumi atau bersih desa ialah tradisi yang rutin digelar setiap tahun. Tradisi ini diyakini masyarakat setempat mengandung unsur tuah dan kesakralan sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen. Bentuk upacara untuk melangsungkan sedekah bumi juga berbeda-beda, biasanya hal ini dikenal dengan istilah mowo deso mowo coro (setiap desa memiliki cara atau adat sendiri-sendiri).
Selain beda cara, setiap desa juga memiliki tanggal berbeda untuk melangsungkan tradisi sedekah bumi. Misalnya Desa Mantingan Tengah Kecamatan Jakenan yang menggelar sedekah bumi setiap Kamis Kliwon bulan Apet. Sebelum hari Kamis, biasanya masyarakat memberikan nasi ke sanak saudara yang berbeda desa, atau lebih dikenal dengan istilah weweh. Poin menariknya, yang mendapat wewehan juga akan melakukan hal yang sama ketika desanya hendak melakukan acara sedekah bumi.
Masih dalam rangkaian sedekah bumi, pada Kamis Kliwon setelah salat isya masyarakat akan berbondong-bondong membawa nasi berkat untuk datang ke Punden. Punden adalah sebuah tempat penghormatan atas leluhur yang sudah meninggal. Di tempat ini masyarakat melangsungkan tahlilan dan doa bersama. Namun dengan catatan dalam ritual ini, nasi berkat harus dibawa atau diberikan kepada masyarakat yang bukan warga Mantingan Tengah.
Tidak berhenti di situ, kesenian masyarakat Jawa juga turut ditampilkan yakni wayang kulit dan tayuban. Dua kesenian ini wajib ada dalam rangkaian acara sedekah bumi, dimana wayang kulit akan dimainkan pada malam hari dan tayuban akan dimainkan esok harinya setelah zuhur.
Selama tradisi ini berlangsung, masyarakat yang terlibat tidak diperkenankan mengenakan baju berwarna hijau pupus. Kepercayaan yang cenderung mistis ini pun pernah sekali dilanggar oleh kepala desa. Dampaknya, pohon beringin besar yang berada di Punden tiba-tiba jatuh dan banyak korban yang terluka.
Sayangnya, di era sekarang banyak remaja yang enggan nguri-nguri budaya jawa. Banyak juga remaja yang enggan tinggal dan bekerja di desa, padahal banyak potensi yang bisa dikembangkan dari desa. Sejatinya, kekayaan dan keindahan alam, budaya dan tradisi desa adalah anugerah yang patut kita syukuri dan lestarikan. Wallahu a’lam bishawab.