Oleh: Siti Fatimah
Pajak adalah salah satu komponen penting dalam proses pembangunan nasional dan berfungsi sebagai sumber daya keuangan utama bagi negara, sehingga dapat mendukung upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi dan mencapai kesejahteraan masyarakat. Salah satu bentuk penerimaan negara dari pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang signifikan, yang dikenakan pada transaksi jual beli barang dan jasa.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, telah mengumumkan bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Nomor 7 Tahun 2021, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan disesuaikan dari 11% menjadi 12%. Penyesuaian ini merupakan implementasi dari Pasal 7 ayat (1) UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang mengatur kenaikan tarif PPN secara bertahap, dimulai dengan 11% pada 1 April 2022 dan kemudian naik menjadi 12% pada awal tahun 2025.
Kenaikan tarif PPN menjadi 12% yang rencana akan dimulai 1 Januari 2025, namun banyak dari masyarakat yang menyampaikan kritikan atas kenaikan tarif tersebut. Maka pada 31 Desember 2024 mengalami penyesuaian, sehingga pemerintah mengubah aturan menjadi kenaikan tarif PPN hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah saja. Barang mewah yang dimaksud merujuk pada barang yang saat ini dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Peraturan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Penerbitan peraturan ini merupakan langkah lanjutan dari pengumuman Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan bahwa penerapan PPN 12% hanya berlaku untuk barang-barang mewah.
[Pengurus Invest Oikos Periode 24/25]