Sabtu, (27/7/2019) di dinginnya pagi kebun buah Mangunan Yogyakarta, aku beserta rombonganku dari Semarang sangat antusias bersiap menerima materi kewirausahaan. Dalam ruangan berukuran tujuh kali lima belas meter, aku dan semua peserta Santripreneur Camp 2019 yang berseragam serba putih meluapkan rasa ingin tahu bak lele yang sedang berebut makanan. Meski terkadang harus berebut tempat ternyaman untuk sekadar berselonjor kaki.
Riuh tawa yang sebentar-sebentar menggema di ruangan menjadi pemanis di sela-sela jalannya acara. Bagaikan sebuah acara formal yang disulap menjadi stand up comedy, Bukhori dengan pembawaan bahasanya yang renyah juga santai dapat menyihir para peserta untuk masuk ke dalam dunianya tanpa paksaan. Ya, dunia bisnis.
Sesaat ia serius, lalu mengatakan bahwa hal penting yang ia tanamkan yaitu action dan biasakan menjadi aktivis. “Saya lebih suka dengan anak yang menjadi aktivis, karena mereka terbiasa mengatur orang dan itu yang diperlukan untuk menjadi juragan,” tuturnya.
Katanya, ngaji dan bisnis itu hampir sama. Kalau ngaji atau belajar kita minta izin atau restu kiai maupun guru. Pun dengan bisnis, dalam mengambil keputusan juga perlu andil dari mentor bisnis maupun orang tua.
Gairah forum semakin kental ketika Bukhori mencoba memprediksi bagaimana keadaan beberapa peserta ketika sudah tua nanti. Kami diminta untuk menyebutkan lima orang yang kami kenal beserta profesinya. Jika kebanyakan kenalan kami orang-orang yang sudah berbisnis, maka Bukhori beranggapan kami cocok sebagai juragan.
Setelah panjang lebar menjelaskan kiat-kiat menjadi juragan (meski terkadang ngalor-ngidul), pesan Bukhori cuma satu, “Mulai sekarang temen kamu mulai kamu list, terkhusus yang mempunyai bisnis,” pungkasnya.
Mendengar pesan Bukhori forum mengangguk paham, tak terkecuali aku. Seperti sakitnya perjumpaan tanpa jadian, pada intinya semua yang dituliskan di atas hanya pengantar. Namun kami sebagai peserta patut bersyukur, sebab Bukhori dengan senang hati mempersilakan para peserta untuk berkonsultasi mengenai bisnis. Bahkan ia membuka pintu lebar jika kami ingin berkunjung ke rumahnya. (Alif_[i])