Penguatan Ekonomi Pesantren Melalui Bank Wakaf Mikro

 

 

Oleh: Iswatun Ulia (Alumnus Mahasiswi UIN Walisongo Semarang Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam)
Oleh: Iswatun Ulia
(Alumnus Mahasiswi UIN Walisongo Semarang Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam)

Salah satu problem mendasar yang dialami masyarakat sampai saat ini adalah persoalan kemiskinan. Kemiskinan dan ketimpangan sosial masih menjadi permasalahan krusial. Bahkan, di negara maju sekalipun tidak terlepas dari persoalan kemiskinan. Pemerintah Indonesia khususnya, saat ini masih terus berupaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan permasalahan sosial lainnya. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka memutus akar permasalahan kemiskinan yakni melalui pemanfaatan dan pemberdayaan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan sosial.

Salah satu bentuk pemberdayaan tersebut yakni melalui pemanfaatan pesantren. Hal ini dikarenakan selain memiliki fungsi sebagai sumber pengetahuan keislaman dan sumber spritualitas Islam, pesantren juga memiliki fungsi tambahan, yakni pengembangan ekonomi kerakyatan. Pengembangan ekonomi kerakyatan tersebut diantaranya dapat dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat maupun koperasi pondok pesantren (kopontren). Penguatan ekonomi pesantren perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup, baik santri maupun masyarakat yang ada di sekitar lingkungan pesantren. Selain melalui pemberdayaan masyarakat dan kopontren, penguatan ekonomi pesantren baru-baru ini dapat dilakukan dengan pendirian Bank Wakaf Mikro (BWM).

Bank Wakaf Mikro (BWM) merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang didirikan atas izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK). BWM bertujuan menyediakan akses permodalan atau pembiayaan bagi masyarakat kecil yang belum memiliki akses pada lembaga keuangan formal (lembaga perbankan). Hingga saat ini, Otoritas Jasa Keuangan mencatat telah memberikan izin sekitar 20 Bank Wakaf Mikro.

Latar belakang pendirian Bank Wakaf Mikro, yakni; pertama, kemiskinan dan ketimpangan masyarakat (poverty and inequality society). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2018 sebanyak 25,95 juta orang. Jumlah tersebut lebih kecil dari total penduduk miskin pada September 2017 yang mencapai 26,58 juta orang. Hal ini menandakan adanya penurunan tingkat penduduk miskin Indonesia sebesar 633,2 ribu orang.

Kedua, jumlah pesantren yang semakin meningkat (increasing of islamic boarding school). Salah satu elemen masyarakat yang memiliki fungsi strategis dalam pendampingan untuk mendorong perekonomian masyarakat adalah pesantren. Berdasarkan data Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) jumlah pesantren di Indonesia sebanyak 28.194. Jumlah pesantren yang selalu meningkat setiap tahun tersebut merupakan potensi untuk memberdayakan umat sekaligus berperan dalam mengikis kesenjangan ekonomi dan mengentaskan kemiskinan.

Pada Desember 2017, BWM memiliki 827 nasabah dengan penyaluran pembiayaan sebesar Rp 658 juta. Data tersebut mengalami peningkatan pada 2018 dengan jumlah nasabah 3.876 (naik 368,7%) dan penyaluran pembiayaan Rp 3,63 miliar (naik 452,3%). Jumlah tersebut tidak menutup kemungkinan akan terus meningkat setiap tahunnya. Pengembangan BWM di seluruh Indonesia ini diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat serta mampu mengurangi ketimpangan kemiskinan.

Karakteristik Bank Wakaf Mikro adalah adanya pendampingan. Terdapat tiga karakteristik masyarakat yang dapat menjadi nasabah BWM, yaitu; masyarakat yang telah mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidupnya, masyarakat miskin yang memiliki komitmen untuk mengikuti program pemberdayaan, dan masyarakat miskin yang memiliki usaha produktif atau memiliki kemauan dan semangat untuk bekerja.

Model bisnis Bank Wakaf Mikro dengan platform Lembaga Keuangan Mikro Syariah bertujuan mempertemukan pihak yang memiliki kelebihan dana untuk didonasikan kepada masyarakat yang membutuhkan pembiayaan usaha dengan imbal hasil sangat rendah. Kehadiran BWM diharapkan dapat membantu masyarakat kecil dalam mengakses keuangan dan peminjaman pembiayaan dengan skala kecil. Sehingga masyarakat terhindar dari peminjaman uang kepada rentenir yang sesungguhnya akan menyulitkan masyarakat itu sendiri. Diperlukan peran aktif seluruh elemen masyrakat, agar fungsi dan peran pesantren dalam upaya penguatan ekonomi dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian secara menyeluruh, baik di dalam maupun di luar lingkungan pesantren.

Wallahu’alambisshowab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *