Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » ARTIKEL » Etos Dagang Kaum Sarungan

Etos Dagang Kaum Sarungan

  • account_circle admin1
  • calendar_month Sen, 29 Agu 2016
  • visibility 47
  • comment 0 komentar

Belakangan, telinga kita akrab dengan istilah santripreneur di tengah derasnya pewartaan tentang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di tanah air. Pesantren sebagai entitas dari masyarakat diharapkan mampu menyelesaikan problem sosial dan ekonomi yang tengah terjadi dalam kehidupan masyarakat. Barangkali, masyarakat tidak akan meragukan kapasitas pesantren dalam urusan pendalaman ilmu agama, sebagai bukti banyaknya lulusan pesantren yang menjadi guru agama dan figur masyarakat. Namun bagaimana kiprah pesantren dalam pemberdayaan ekonomi rakyat kecil?

Membincang santripreneur, Geertz, antropolog Amerika pernah menyampaikan hal menarik tentang kehidupan pesantren, dalam tulisannya The Javanese Kiyai: The Changing Role of A Cultural Brokrer, Ia mengatakan bahwa kehidupan pesantren ditandai oleh suatu tipe etika dan tingkah laku ekonomi yang bersifat agresif, penuh watak kewiraswastaan dan menganut “kebebasan berusaha.” Dari watak tingkah laku ekonomi semacam itulah, menurut amatan Geertz, banyak lulusan pesantren yang menjadi pengusaha (Geertz: Hlm. 236-238). Kita bisa membenarkan tulisan Geertz, karena berdasarkan tesis Hafidz Dasuki The Pondok-Pesantren: An Account of Its Development in Independent Indonesia, Islam masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-7 melalui tiga cara, yaitu oleh pedagang muslim, para da’i dan para sufi yang datang dari India, Arabia dan negara-negara lain.

Geertz, dalam risetnya yang lain, Islam Observed, ia menemukan adanya hubungan fungsionalis-historis antara pasar dan masjid. Dalam karyanya itu, Geertz mencoba menjelaskan sikap tradisi para santri terhadap persoalan ekonomi yang dalam sejarah masuknya Islam di Indonesia pada awal abad ke-13, Islam disebarkan oleh para pedagang di hampir seluruh pantai utara Jawa. Dalam proses kegiatan dakwah yang demikian, tak dapat dipisahkan antara kegiatan dagang dengan kegiatan dakwahnya (di tempat mana para dai itu berdagang).

Jelang akhir abad ke-19, kemakmuran berbagai kota di Jawa sangat menonjol. Berbagai aset (modal) alamiah dan keterampilan lokal dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu menyaingi kongsi dagang Cina yang saat itu merupakan broker (perantara) tunggal dunia perdagangan Belanda. Di Laweyan, Solo misalnya, berbagai pedagang batik membuat suatu kongsi dagang dengan memotong urat nadi perdagangan Cina. Begitu pula di Kudus, merupakan pusat ekonomi santri yang cukup kuat kala itu. Hingga paruh pertama abad ke-20, kota Kudus disegani oleh banyak orang karena mampu menghasilkan ‘raja-raja kretek santri’. Dan kegiatan ekonomi Kudus inilah yang membantah teori-teori kolonial tentang ketidakmampuan masyarakat Jawa dalam mengelola persoalan ekonomi dan dagang.

Dari deskripsi historis singkat di atas, tidak nampak mengada-ada jika Geertz menganggap kegiatan ekonomi turut mempengaruhi penyebaran Islam di Jawa. Begitupun santri, dalam rekam sejarahnya pernah memberikan andil dalam kehidupan sosial dan ekonomi dengan membentuk jaringan perdagangan yang kuat di Jawa.

Dalam konteks mutakhir, industrialisasi sebagai bagian dari proses pembangunan ekonomi turut mempengaruhi perubahan pesantren. Mekarnya jaringan modernisasi informasi dan teknologi, transportasi, komunikasi, media massa dan pendidikan, telah meningkatkan mobilitas sosial dengan daya jangkau yang luas dan kompleks. Hubungan umat dan ulama yang semula diikat oleh emosi keagamaan yang kuat, kini semakin mencair. Pada akhirnya masyarakat akan memilih menghormati figur berdasarkan pertimbangan rasional dan pragmatis. Di sini kita bisa berspekulasi, orang tua hari ini tentu lebih melirik pondok pesantren yang memadai dengan ekstrakurikuler; misal, kewirausahaan dengan harapan, selain ilmu agama, anaknya juga memiliki keahlian lain.

Sejak tahun 1970an pesantren telah melakukan reposisi sebagai respon terhadap problem sosial yang dinamis. Kita bisa melihat (salah satunya) pada Pesantren Maslakul Huda Margoyoso Pati pengasuh K.H. Sahal Mahfudz, yang telah mengembangkan lembaga sosial yang bergerak di bidang pendidikan, keagamaan, dan perekonomian. Pesantren lain misalnya, Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan yang berhasil mengembangkan model koperasi syariah berbasis pesantren. Saya yakin dua pondok pesantren tersebut tidak sendirian dalam melakukan terobosan mutakhirnya. Mengingat banyak sekali pondok pesantren yang hidup di Indonesia, khususnya di Jawa.

Pada tahun 2006-2007, pesantren di Indonesia berjumlah 17.506; terdiri dari 5.708 pesantren Salafiyah, 4.281 pesantren Ashriyah dan, 7.517 pesantren kombinasi dengan jumlah santri 3.289.141, meliputi; 1.389.580 santri yang hanya mengaji dan, 1.899.561 santri mengaji dan sekolah. Dari jumlah tersebut, mulai banyak pesantren yang menyelenggarakan berbagai keterampilan tambahan untuk memperkuat basis ekonomi pesantren, antara lain; pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, jahit menjahit, bordir, mebel, koperasi, anyaman, fotokopi, wartel, toko serba ada, hingga SPBU. (Puslitbang Kemenag RI, 2010: 247)

Dari data tersebut, kita bisa melihat betapa besar potensi pondok pesantren dalam pemberdayaan masyarakat. Sebelum pesantren terjun dalam pemberdayaan masyarakat, ada baiknya pesantren telah selesai mengatur ‘rumah tangganya’, sehingga dalam mengatur tugas yang lebih besar, kebutuhan pribadi pesantren tidak kocar-kacir (berantakan). Seorang pimpinan pesantren tentu lebih tahu dalam hal ini. Tidak mungkin pondok pesantren mampu melakukan gerakan sosial jika kebutuhan personalnya belum terurusi, minimal koperasi pada pesantren itu berjalan.

Hal penting lainnya adalah figur sang kyai. Ikatan keagamaan serta kharisma sang kyai, menjadi pendongkrak etos masyarakat untuk melakukan perubahan melalui pemberdayaan masyarakat. Bagi masyarakat awam, kyai adalah figur yang sakral dan karena itulah, ia didamba oleh banyak masyarakat demi mendapatkan berkah.

Dalam penelitian Puslitbang Kemenag RI tahun 2008 bekerjasama dengan STAIN Purwokerto dan UNSUD, telah meneliti motif dan model pengembangan ekonomi di 12 pondok pesantren yaitu;  al-Ittifaq Jabar, Darul Hijrah Kalsel, Hidayatullah Kaltim, Nurussabah NTB, Walisongo Lampung, an-Nur Jatim, Sabilul Hasanah Sumsel, Al-Hidayah Jateng, al-Kautsar Riau, Nurul Yakin Siti Manggopoh Sumbar, Darul Arafah Sumut, Tiga Dimensi Sulsel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, motif dan model usaha ekonomi pesantren adalah; Motif membentuk usaha pesantren karena kepentingan survival; bertahan hidup pondok pesantren di tengah krisis global, Kecerdasan pengasuh pondok pesantren sangat dibutuhkan untuk membaca dan mengelola sumberdaya, menganalisis kondisi geografis pesantren dan lingkungannya, serta kondisi sosiokultural pesantren baik internal maupun eksternal, Klasifikasi pengembangan usaha meliputi; agrobisnis (pertanian, perikanan, perkebunan); jasa (KBIH, percetakan, lazis, BMT, koperasi); perdagangan (ritel, pertokoan, agen penjual); industri (penjernihan air, mebel), Untuk mewujudkan unit usaha pesantren, dibutuhkan sosok pemimpin yang kuat, menyesuaikan kultur pesantren, SDM, kondisi geografis, etos kerja dan jaringan pasar yang memadai.

Namun, tidak semua potensi bisa digarap oleh pondok pesantren, umumnya pesantren mendapati kendala klasik seperti; persoalan keterbatasan pesantren membaca potensi ekonomi, keterbatasan manajerial ekonomi pesantren dan persoalan akses jaringan usaha dan pasar.

Rendahnya pengetahuan pesantren tentang perkembangan zaman, menurut Zamakhsyari Dhofier bisa diselesaikan (salah satunya) melalui jalur pendidikan. Inilah sebabnya mengapa sejak tahun 2005, para pemimpin pesantren telah menugasbelajarkan 3.000 santrinya untuk mengikuti pendidikan sarjana Strata Satu (S1) dan Strata Dua (S2) dalam berbagai bidang studi sains dan teknologi di enam kampus besar; UI, ITB, IPB, UGM, ITS dan UNAIR. Santri yang tuntas studi, nantinya akan kembali untuk memberdayakan pondok pesantren dan masyarakatnya. (Zamakhsyari: 13)

Dua puluh tahun kedepan, jika pertumbuhan penduduk di Jawa terus bertambah, tekanan kepadatan penduduk dan kemiskinan akan menjadi niscaya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup orang banyak, lahan-lahan pertanian mulai diganti dengan pabrik dan apartemen,  kebutuhan angkatan kerja juga tak dapat dielakkan. Apa yang akan terjadi dua puluh tahun kedepan jika persoalan sosial ekonomi dan pendidikan tidak menjadi prioritas? Pesantren bisa mengawalinya. Sebagai subkultur, pesantren akan lebih luwes menerjemahkan perubahan zaman. Usaha dan kegitan yang dilakukan pesantren; sebagai lembaga pendidikan sekaligus lembaga sosial kemasyarakatan, akan sejalan dengan cita dan kemampuan yang ada dalam masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat merupakan ikhtiar pesantren untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Pemberdayaan ekonomi adalah salah satu caranya. Dengan masyarakat yang produktif, akan tercipta masyarakat yang sejahtera, masyarakat yang mampu mengakses pendidikan tinggi dan memiliki tabungan yang besar untuk kehidupan mendatang.

Oleh: Siham Muhammad (Kru LPM Invest)

  • Penulis: admin1

Komentar (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

Rekomendasi Untuk Anda

  • Sayap-Sayap Patah 2

    • calendar_month Sen, 19 Mei 2025
    • account_circle admin1
    • visibility 126
    • 0Komentar

    Identitas Film Judul              : Sayap-sayap patah 2 Sutradara       : Ferry Fei Irawan Produser        : Denny Siregar Production Ditulis oleh    : Rahabi Mandra dan Jocelyn Cordelia Pemeran        : Arya Saloka, Dara Sarasvati, Juan Bio One, Nugie, Iwa K, Myesha Lin, Muhammad […]

  • Asuransi, wadah gotong-royong bagi masyarakat.

    • calendar_month Sel, 4 Nov 2014
    • account_circle admin1
    • visibility 42
    • 0Komentar

    Semarang, Invest.com- Otoritas jasa keuangan (OJK) dan Allianz adakan “seminar edukasi dan expo keuangan 2014” (23/10). Acara seminar sosialisasi asuransi yang berlangsung di hotel Santika Semarang itu, bertajuk “Duit diatur urip dadi makmur” “pengelolaan uang yang baik harus dimiliki oleh pengusaha bila ingin sukses, dan setiap orang yang ingin hidupnya berkualitas harus pintar mengatur keuangannya.” […]

  • Lomba Bahtsul Kutub; Dialog Pemahaman Agama Islam Antarmahasiswa UIN Walisongo yang Dipersiapkan dengan Matang

    • calendar_month Kam, 11 Nov 2021
    • account_circle admin1
    • visibility 55
    • 0Komentar

    lpminvest.com- Bahtsul Khutub merupakan salah satu cabang lomba (cabor) Orientasi Olahraga, Seni, Ilmiah, dan Keterampilan (ORSENIK) UIN Walisongo 2021. Perlombaan ini dilaksanakan Kamis, (11/11/2021). Cabor Bahtsul Khutub diikuti oleh tujuh peserta yang mewakili tiap-tiap fakultas Siti Nur Manasikana salah satu panitia perlombaan Bahtsul Khutub mengungkapkan persiapan dilakukan dengan matang sebelum hari H perlombaan. “Dari panitia […]

  • Meruwat Kerukunan Beragama Melalui Pameran Kitab Suci Lintas Agama

    • calendar_month Jum, 29 Des 2017
    • account_circle admin1
    • visibility 62
    • 0Komentar

    S e m a r a n g – Untuk meningkatkan kerukunan umat beragama di Kota Semarang, Komisi Kitab Suci Keuskupan Agung Semarang bersama Komisi Kitab Suci Kevikepan Semarang mengadakan Pameran Kitab Suci Lintas Agama dengan tema “Damai Kotaku Semarang Hebat”. Acara yang dihelat di Gedung Sukasari, kompleks Gereja Katedral Sub Tutela Matris, Jl.Dr.Sutomo Semarang […]

  • Lewat Kreasi Paper MOB PBAK, DEMA-U Suarakan Kasus HAM

    • calendar_month Sen, 19 Agu 2019
    • account_circle admin1
    • visibility 45
    • 0Komentar

    lpminvest.com – Rangkaian kegiatan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) hari pertama yang dilaksanakan di lapangan kampus 3 UIN Walisongo Semarang berlangsung dengan meriah. Kegiatan hari difokuskan pada pembentukan formasi paper MOB oleh para mahasiswa baru (maba) UIN Walisongo Semarang yang berjumlah 4.419 maba. Senin, (18/08/2019). Tahun ini, tim kreatif PBAK menampilkan kreasi paper mob […]

  • Parade Budaya Tetap Berjalan Meski Waktunya 2 Menit

    • calendar_month Ming, 6 Agu 2023
    • account_circle admin1
    • visibility 45
    • 0Komentar

    lpminvest.com– Parade Budaya merupakan salah satu rangkaian kegiatan Pengenalan Budaya Akademik (PBAK) 2023 dimana organisasi daerah (ORDA) menampilkan pertunjukan yang berhubungan dengan daerahnya. Kegiatan ini dilaksanakan pada Minggu, (6/8/2023) di lapangan utama kampus 3 Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo serta bersamaan dengan visit Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Salah satunya yaitu penampilan dari ORDA Keluarga Mahasiswa […]

expand_less
Exit mobile version