Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » ARTIKEL » Mahasiswa Rantau, Antara Mandiri dan Dipaksa Keadaan

Mahasiswa Rantau, Antara Mandiri dan Dipaksa Keadaan

  • account_circle admin1
  • calendar_month Rab, 5 Des 2018
  • visibility 82
  • comment 0 komentar

Oleh: Hasna Aulia
Pembelajar yang tak kunjung pintar

Entah mengapa kalau mendengar kata ‘rantau’ pikiran saya langsung tertuju pada ‘rindu’. Waktu kecil, yang saya pahami tentang merantau adalah para pekerja yang meninggalkan anak istrinya di desa untuk bekerja ke luar kota, luar pulau, bahkan luar negeri. Ya sama persis yang dilakukan ayah saya dulu, dia pergi ke Jakarta meninggalkan kami yang ratusan mil jaraknya untuk mencari uang. Wajar kalau mendengar kata rantau yang saya ingat adalah rindu, karena dulu kami sering menunggu kepulangan ayah dan memendam rindu berminggu-minggu.

Namun setelah ribuan jam duduk di bangku sekolah, agaknya saya paham bahwa merantau bukan hanya istilah bagi para pekerja. Ternyata asal usul kata ‘merantau’ berasal dari bahasa dan budaya Minangkabau yaitu ‘rantau’. Saya tidak akan menjelaskan panjang lebar tentang filosofinya. Intinya sejak berabad-abad tahun lalu, orang-orang Minang memang memiliki tradisi mengembara yang kuat. Bahkan seorang laki-laki saat menginjak dewasa (20-30 tahun), sudah didorong untuk keluar dari daerah asalnya. Dari situlah dikenal istilah ‘marantau’ atau yang sekarang kita sebut dengan merantau.

Sebenarnya yang saya pengin bahas di sini adalah sense of merantaunya mahasiswa. Sependek pengetahuan saya, kebanyakan mahasiswa di pulau Jawa adalah perantau. Baik perantau antarkota, antarpulau, maupun antarnegara. Kalau dinalar, mungkin karena banyaknya universitas ternama bahkan terbaik se-Indonesia, infrastruktur lebih maju, ingin merasakan sensasi hidup jauh dari kampung halaman atau bahkan ‘terpaksa’ menjadi faktor orang-orang memilih Jawa sebagai tujuan perantauan.

Kalau boleh saya kategorikan, ada beberapa tipe mahasiswa perantau. Pertama, perantau-perantauan. Maksudnya, mereka merantau tapi sering pulang. Sebab jarak rumah dan rantau yang terlampau dekat mendorong mereka untuk pulang setiap minggu. Bahkan bisa jadi waktu yang mereka habiskan di rumah lebih banyak daripada di kos atau kontrakan, tentunya kalau jadwal kuliah bersahabat. Tipe ini yang kadang bikin saya iri, rantau rasa rumah. huh!

Kedua, perantau kelas menengah. Maksudnya, jarak rumah dengan rantau lumayan jauh, tarif yang dibutuhkan untuk pulang-pergi pun lumayan menguras kocek. Tentunya mahasiswa yang menjunjung tinggi sikap hemat perlu pikir dua kali untuk pulang. Biasanya, tipe ini pulang kampung paling tidak sebulan atau dua bulan sekali, bahkan kalau tidak ada acara-acara yang penting di rumah, mereka memilih berdiam diri di kos dan mengelus-elus dompet.

Ketiga, perantau kelas baja. Maksudnya, mereka pulang kampung biasanya sesemester sekali, setahun sekali, bahkan ­-berdasarkan curhatan seorang teman- ada yang boleh pulang hanya kalau sudah lulus. whatThe! Tipe ini memang yang paling ekstrim. Sebab jarak rumah dengan rantau yang beribu mil jauhnya membuat mereka pantang untuk pulang. Bisa dibayangkan, perantau tipe kedua saja perlu pikir dua kali untuk pulang. Tipe ini, mungkin perlu pikir dua kali dua ratus kali untuk memutuskan pulang. Maka pantas jika mental baja kita predikatkan untuk perantau tipe ketiga ini. cool!

Terlepas dari tipe-tipe yang saya sebutkan tadi, ada hal-hal yang saya pandang menarik dari mahasiswa rantau. Misalnya, dari sisi bagaimana cara mereka bertahan hidup. Mahasiswa rantau biasanya pandai mengelola uang. Mereka akan berpikir bagaimana jatah bulanan dari orang tua bisa cukup untuk keperluan kuliah, makan, mandi, dan make up (bagi yang memakai).

Selain itu, mahasiswa rantau juga biasanya gemar berburu beasiswa. Berbekal motivasi hidup layak di tanah rantau, mereka akan bertarung sekuat tenaga dan mengandalkan mental baja mereka untuk mengejar beasiswa.

Belum selesai. Kalau sudah berhemat tapi biaya hidup tetap meningkat, daftar beasiswa eh belum rejekinya, mereka tak tinggal diam. Tanpa mengganggu kegiatan perkuliahan, mahasiswa rantau biasanya memanfaatkan waktu luang untuk bekerja. Mulai dari kerja part-time di restoran, ngajar les privat, jaga angkringan, jadi kasir bahkan jual es cendol di pinggir jalan mereka lakoni demi mengurangi beban orang tua.

Bukan hanya pandai mengelola uang, mahasiswa rantau juga dituntut pandai mengelola waktu. Biasanya di rumah ada ibu dan bapak yang selalu mengingatkan makan, sholat, dan belajar. Di tanah rantau, mereka harus mengandalkan alarm hp untuk menggantikan peran ibu dan bapak (kecuali yang gak jomblo), pun fungsinya tidak sehebat ketika ibu membangunkan tidur nyenyak mereka di rumah.

Hebatnya lagi, mahasiswa rantau juga pandai mengelola perasaan. Bagaimana tidak, seminggu, sebulan, setahun mereka menahan rindu keluarga dan kampung halaman. Mereka tetap ceria menjalani hari-hari walau mungkin hati sedang bimbang. Telepon, whatssapp, video call, mungkin bisa sedikit meredam rindu. Tapi adakah obat rindu yang lebih mujarab dari bertemu? nothing! Maka dari itu mereka biasanya menyibukkan diri di organisasi kampus atau melakukan kegiatan sosial untuk menjauhkan diri dari baper yang berkelanjutan.

Tapi siapa sangka hal-hal tersebut yang justru menjadi pelajaran berharga. Di saat yang lain makan dengan puas di rumah, mahasiswa rantau sedang mencuci, menyapu, mengepel dan buru-buru mengangkat jemuran agar tak kena hujan. Di saat yang lain tidur nyenyak di kasur nyaman, mahasiswa rantau sedang sibuk-sibuknya berorganisasi dan membangun jaringan demi kebaikannya di masa depan. Di saat yang lain asyik bercengkrama dengan keluarga, mahasiswa rantau sedang memutar otak bagaimana caranya bertahan hidup tanpa membebankan orang tua. Itulah pelajaran hidup yang sesungguhnya.

Omong kosong. Tentu saja yang saya ceritakan tidak sepenuhnya benar. Tidak semua mahasiswa rantau sehebat itu. Tapi memang ada manusia-manusia strong seperti cerita di atas yang saya temui dan patut untuk kita teladani. Minimal kita bisa meneladani semangatnya untuk bertahan menjadi pembelajar di kota orang. Jadi mahasiswa rantau kok malas-malasan, lemah!

  • Penulis: admin1

Komentar (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

Rekomendasi Untuk Anda

  • Jadwal TOEFL dan IMKA Tabrakan dengan KKL Rugikan Mahasiswa

    • calendar_month Sel, 24 Apr 2018
    • account_circle admin1
    • visibility 33
    • 0Komentar

    lpminvest.com – Pelaksanaan Test of English as a Foreign Language (TOEFL) dan Ikhtibar Mi’yar al-Kafaah fii al-Lungah al-Arabiyyah (IMKA) serentak menimbulkan pertentangan dari mahasiswa. Pasalnya, jadwal tes yang telah tersusun lima bulan ke depan, yaitu sejak Mei sampai September mengalami percepatan jadwal oleh pihak Pusat Pengembangan Bahasa (PPB). Senin, (23/4/2018). Pengajuan jadwal tersebut terjadi setelah […]

  • Meruwat Kerukunan Beragama Melalui Pameran Kitab Suci Lintas Agama

    • calendar_month Jum, 29 Des 2017
    • account_circle admin1
    • visibility 62
    • 0Komentar

    S e m a r a n g – Untuk meningkatkan kerukunan umat beragama di Kota Semarang, Komisi Kitab Suci Keuskupan Agung Semarang bersama Komisi Kitab Suci Kevikepan Semarang mengadakan Pameran Kitab Suci Lintas Agama dengan tema “Damai Kotaku Semarang Hebat”. Acara yang dihelat di Gedung Sukasari, kompleks Gereja Katedral Sub Tutela Matris, Jl.Dr.Sutomo Semarang […]

  • Karena Keunikannya, MABA Tertarik Masuk Teater Mimbar

    • calendar_month Ming, 6 Agu 2023
    • account_circle admin1
    • visibility 44
    • 0Komentar

    lpminvest.com- Berbarengan dengan penampilan parade budaya, Visit Expo UKM dilaksanakan pada hari terakhir Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) 2023 di Lapangan Kampus 3 Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo. Setelah sebelumnya para MABA menyaksikan Expo Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas (UKM-U) di Auditorium 2 Kampus 3 dan Gedung Serba Guna (GSG) pada Minggu (06/08/2023). Terdapat setidaknya […]

  • Peristiwa Kelam Namun Terlupakan

    • calendar_month Sab, 13 Des 2014
    • account_circle admin1
    • visibility 41
    • 0Komentar

    lpminvest.com -Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA-red) UIN Walisongo Semarang menyelenggarakan diskusi dan bedah film, film yang dibedah kali ini adalah film yang berjudul The Look of Silence atau Senyap. Rabu, (10/12). Acara dilaksanakan di gedung American Corner lantai 2 perpustakaan UIN Walisongo. Siham yang juga sebagai Presiden mahasiswa UIN Walisongo mengungkapkan, bahwa tidak semua civitas akademika […]

  • Antara Kamu dan Arus Kehidupan

    • calendar_month Jum, 9 Mei 2025
    • account_circle admin1
    • visibility 66
    • 0Komentar

    Oleh: Siti Aniqotussolehah Hai kamu?Seindah apakah di ujung sana Sampai aku harus melewati berbagai rintangan yang tiada hentinya Tujuan awal ku adalah kamu Tapi mengapa sekarang ini aku seakan hanyut dengan derasnya arah kehidupanBerbagai kisah yang sebelumnya tidak pernah aku sangka, Tanpa sadar turut menghampiri ku yang membuatku seakan melupakan tujuanku Aku ingin hidup bahagia […]

  • Keren, UKM JQH Bawa Pulang Predikat Juara Ini dari Rembang

    • calendar_month Ming, 24 Mar 2019
    • account_circle admin1
    • visibility 61
    • 0Komentar

    lpminvest.com – Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Jamiyyatul Qurra wal Huffadz (JQH) UIN Walisongo Semarang membawa pulang predikat juara aransemen terbaik pada Festival Hadroh Banjari Se-Nusantara. Perlombaan yang diadakan dalam rangka haflah Khotmil Quran, Maulid Nabi Muhammad, Rojabiyyah, dan Haul (KMRH) Pondok Pesantren An-Nurriyah Lasem, Rembang dan guna memperingati hari lahir Nahdhatul Ulama ke 93 ini […]

expand_less
Exit mobile version