Dilema Kepesertaan JKN dan Yudisium Nilai

WhatsApp Image 2018-01-06 at 11.33.42
Kartu Jaminan Kesehatan Nasional JKN-KIS Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

Baru-baru ini mahasiswa UIN Walisongo Semarang digegerkan dengan pengumuman yang dikeluarkan oleh Kepala Biro AUPK Nomor B-4285/Un.10.0/B1/KU.00.1/12/2017 tertanggal 29 Desember 2017 yang mengacu kepada Surat Keputusan (SK) Rektor Nomor 389 Tahun 2017 tanggal 4 Oktober 2017 tentang kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kepada mahasiswa UIN Walisongo Semarang. Sekilas tidak ada yang aneh dari pengumuman tersebut. Namun, ada beberapa alasan keresahan yang dirasakan mahasiswa mengenai kebijakan tersebut.

Pertama, sebenarnya kebijakan tersebut sangat baik jika benar-benar diterapkan, mengingat kebijakan itu diambil melalui pertimbangan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam pasal 1 ayat (3) dan (4) menyebutkan Penerima bantuan iuran jaminan kesehatan yang selanjutnya disebut PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak  mampu sebagai peserta program Jaminan Kesehatan (3) Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah  membayar iuran (4)”.

Dengan adanya Perpres tersebut dirasa cukup jelas bahwa peserta Jaminan Kesehatan  mencakup seluruh elemen masyarakat. Bahkan dalam hal ini orang asing juga menjadi peserta program jaminan kesehatan, terkecuali bagi masyarakat kurang mampu, mereka mendapat kartu kepesertaan Jaminan Kesehatan dengan menggunakan Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari pemerintah (Pasal 1 ayat 7 UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial).

Kedua, pembebanan biaya ganda (double cost) untuk kesehatan mahasiswa mengingat adanya alokasi dana Poliklinik untuk kesehatan mahasiswa yang diatur dalam rincian Biaya Kuliah Tunggal-Uang Kuliah Tunggal (BKT-UKT) mahasiswa. Adanya hal tersebut dikhawatirkan akan terjadi kerancuan alokasi dana pada  Poliklinik UIN Walisongo.

Ketiga, jangka waktu dan ketentuan pembayaran SPP/UKT yang mewajibkan mahasiswa untuk melaporkan secara online kartu kepesertaan JKN yang dirasa memberatkan mahasiswa. Karena jika tidak melaporkan sesuai jangka waktu yang ditentukan, akan berimplikasi pada yudisium nilai yang tidak dapat diakses.

Adanya pengumuman tersebut tentu mendapat respon yang sangat beragam dari kalangan mahasiswa. Kemudian  yang menjadi pertanyaan penulis yaitu adakah relevansi antara yudisium nilai dengan kepesertaan JKN? Penulis juga banyak menjumpai  opini mahasiswa di sosial media yang menyertakan hashtag (#TanyaRektor).

Melihat dari beberapa alasan yang telah disebutkan diatas, terdapat beberapa hal yang semestinya dipertimbangkan jika akan memberlakukan kebijakan terkait kepesertaan mahasiswa yang wajib memiliki kartu JKN. Pertama, perlunya mengkaji ulang terkait kebijakan yang mewajibkan mahasiswa untuk  memiliki kartu kepesertaan JKN, mengingat sistem BKT-UKT memiliki rincian alokasi dana untuk kesehatan mahasiswa. Jika ingin tetap diberlakukan maka seyogyanya diberlakukan bagi mahasiswa baru tahun 2018 melalui sosialisasi yang intensif sebelumnya.

Kedua, tidak memaksakan mahasiswa dalam bentuk apapun terkait kebijakan baru yang dikeluarkan pihak birokrasi. Meskipun JKN bersifat wajib sebagimana diatur dalam UU  Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, namun dalam pembuatannya harus didasarkan atas kemauan individu dan dukungan keluarga, bukan berlandaskan ancaman atau paksaan.

Ketiga, dalam merumuskan  sebuah kebijakan  seyogyanya pihak birokrasi selaku pemegang wewenang tertinggi melibatkan banyak mahasiswa, agar segala keputusan yang diambil dapat diterima oleh semua pihak tanpa ada pihak yang merasa dirugikan. Sehingga semua elemen kampus dapat saling bersinergi untuk mencapai sebuah tujuan.   (Risky Darmawan_[i])

Exit mobile version