Sebuket Tulip Merah

Sumber : Pinterest

Arsha tak lagi merasa hidup setelah bunganya pergi. Napasnya sering sesak, suasana hatinya sering kali tak baik, dan mulai membenci cuaca cerah.

Hal yang sebenarnya cukup menyulitkan, namun baginya yang sudah tak lagi memiliki tenaga untuk bangkit, rasa-rasanya percuma saja jika raga ini berjuang. Arsha tak lagi memiliki alasan kenapa ia harus pulang lebih cepat, tak lagi mengunjungi florist tiap minggu untuk membeli bunga kesukaan kekasihnya, atau begadang tiap malam menemani kekasihnya melakukan hobi.

Kekasihnya suka sekali dengan kaos kaki anak-anak. Tiada hari untuknya tak menata kaos kaki kecil sesuai warna kemudian merangkainya dalam bingkai foto untuk dipajang. Terlihat tak berguna, namun Arsha suka saat setiap titik di rumahnya berhiaskan hasil kerajinan tangan sang kekasih.

Kekasihnya yang rajin dan cantik. Yang menyukai bunga tulip merah dan langit mendung. Tak menyukai kacang namun suka makan badam. Tak suka warna merah muda, namun terlihat paling menawan saat memakainya.

Arsha bahkan masih ingat raut masam kekasihnya saat ia sengaja membelikan satu set pakaian mahal berwarna merah muda.

“Percaya deh, kamu paling cantik kalau pake warna pink, Ki.”

“Kelihatan cewek banget aku kalau pake pink.”

“Kamu ‘kan emang cewek, Kinaaan.”

Kinan menoleh dengan wajah lelah. Berusaha membujuk Arsha agar ia tak memakai gaun selutut warna soft pink itu untuk bertemu rekan kerja di acara pesta ulang tahun perusahaan lelaki itu.

Meski begitu, Arsha tetap kukuh meminta Kinan memakainya. Dengan rambut panjangnya yang tergerai, Arsha memasangkan jepit rambut mutiara di sisi rambut hitam Kinan.

“Cantik. Kamu selalu cantik, Ki.”

Arsha tak bohong. Bahkan di saat Kinan tak melakukan apa-apa, hanya terbaring saat Arsha memasangkan beanie hat karena rambut Kinan yang menipis, gadis itu tetap menjadi yang tercantik di mata Arsha.

“Sha,”

“Hm?”

“Aku cantik nggak?”

Arsha menatap lembut Kinan yang memandangnya dengan sorot berkaca. Dengan kondisinya yang sekarang, orang-orang mungkin akan memandang iba. Namun, tidak dengan Arsha yang tak berubah meski bisa dibilang Kinan tak lagi memiliki tenaga untuk tertawa.

“Cantik.”

“Bohong.”

“Kamu cantik, Ki.” Arsha tersenyum. Jemarinya mengusap sisi wajah Kinan yang tak lagi memiliki lemak gembil. “Selalu, kamu selalu cantik.”

Jujur saja, Arsha marah kala mengetahui kekasihnya jarang terlihat bahagia. Sinar ceria di wajahnya menghilang, binar di kedua matanya tak lagi ada. Arsha marah menyadari ia tak bisa melakukan apapun untuk mengembalikan Kinan yang dulu. Yang selalu menyambutnya pulang, memandangnya dengan binar bahagia, dan berbagi cerita tentang hari-hari yang terkadang membosankan.

Ia rindu dengan segala tentang Kinan, tapi melihat bahwa kekasihnya tak lagi menderita membuat Arsha mau tak mau ikhlas menghadapi kenyataan.

“Sha, kamu tahu bunga tulip?”

“Mm-hm, kenapa?”

“Tiap kamu bawain aku bunga, kamu tahu nggak kalau mereka punya makna?”

“Eng…nggak.” Arsha nyengir. “Aku cuma tahu kalau bunga mawar artinya cinta, jadi aku bawain aja bunga itu tiap minggu. Kamu…nggak suka ya?”

“Bukan gitu. Aku suka. Cuma, boleh nggak kalau suatu saat nanti aku minta dikasih bunga tulip merah?”

“Kenapa?”

“Kamu bakal tahu nanti.” Kinan tersenyum. “Tolong bawain itu ke rumahku nanti ya.”

Arsha tak tahu jika hal itu adalah permintaan terakhir Kinan sebelum pamit. Permintaan yang sederhana namun sulit bagi Arsha untuk mengabulkan, terlebih ketika ia menyadari Kinan telah meninggalkan pesan tentang makna bunga yang sama sekali tak Arsha sadari.

Sumber : Pinterest

Bunga tulip merah artinya cinta abadi. Dan Kinan memintanya datang ke florist langganan gadis itu untuk menerima surat yang ditinggalkan Kinan untuknya.

Sebuket tulip merah yang ternyata menjadi bunga kesukaan Kinan tanpa diketahui Arsha. Lambang sederhana dari cinta abadi yang Kinan bawa untuk Arsha.

Kinan, kekasihnya yang cantik.

Oleh : Alfina Winda C. (Koor Sastra)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *