Indonesia merupakan negara multikultural yang memiliki beranekaragaman suku, bahasa, budaya serta agama. Sebagai negara yang memiliki ragam perbedaan, Indonesia perlu menjadikan perbedaan tersebut sebagai harmoni yang menyatukan satu sama lain. Moderasi menjadi upaya penting untuk perwujudan peradaban dan perdamaian dunia yang bermartabat.
Perlu kita ketahui prinsip moderasi adalah sikap atau cara pandang perilaku yang moderat, toleran, menghargai perbedaan, dan selalu mempertimbangkan kemaslahatan bersama. Dengan kata lain berupaya menghadirkan manfaat dan mencegah mudarat.
Moderasi tersebut ditekankan atas dasar pengakuan terhadap orang lain, wujud toleransi, menghormati pendapat orang lain, serta tidak memaksakan kehendak orang lain. Sehingga dalam hal tersebut kajian moderasi sosio-religius menjadi salah satu wujud untuk mengintegrasi ajaran agama dan kondisi masyarakat Indonesia. Hal tersebut tentunya membutuhkan kesadaran masyarakat, hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan generasi muda yang menyadari realita bangsa Indonesia untuk seluruh pihak.
Seluruh dunia tengah dihadapkan dengan fenomena tantangan dari aksi intoleran yang berdampak terhadap perpecahan bangsa. Faktornya juga seringkali mengatasnamakan kelompok tertentu bahkan agama. Hal tersebut tentunya harus diantisipasi sejak dini melalui bangku sekolah.
Sekolah yang merupakan sumber informasi yang digunakan generasi muda untuk menimba ilmu pengetahuan. Sekolah juga seringkali dikatakan sebagai ruang yang tidak bertuan. Hal tersebut berarti sekolah menjadi ruang untuk bertukar ideologi, sehingga dalam hal ini bisa mempengaruhi pola pikir peserta didik, salah satunya pemahaman kebangsaan maupun agama.
Sehingga dalam aspek ini lembaga pendidikan menjadi sebuah wadah yang sangat tepat dalam mewujudkan laboratorium moderasi beragama. Laboratorium beragama disini diartikan sebagai sebuah institusi untuk mengembangkan ideologi yang tidak menyimpang dengan ideologi bangsa. Hal tersebut berguna untuk menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dan menumbuhkan toleransi dalam beragama.
Pendidikan dalam hal ini menjadi pondasi untuk memahamkan peserta didik yang merupakan generasi penerus bangsa. Hal tersebut tentunya didasari atas dasar kasih sayang sesama dan kemanusiaan berperadaban. Lembaga pendidikan merupakan sarana yang tepat digunakan untuk penyebaran sensitivitas peserta didik dalam beberapa perbedaan. Dalam hal ini pula membuat adanya pembuka ruang dialog berupa guru yang terlibat dalam pemberian pemahaman terkait kajian agama membawa risalah romantisme perdamaian.
Dijelaskan dalam karya Maarif Institute berjudul “Menjaga Benteng Kebhinekaan di Sekolah” dipaparkan terdapat tiga pilar utama mengenai pemahaman radikalisme dan intoleransi dalam mengupas penetrasi di lingkungan sekolah; pertama, melalui adanya ekstrakurikuler. Kedua, peranan guru pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Ketiga, adanya kebijakan sekolah dalam control informasi radikalisme di sekolah.
Sekolah menjadi tatanan ruang tumbuhnya gagasan kebangsaan, penanaman budaya multikulturalisme, pembawa ranah agama yang damai, serta jalan meresapnya cinta kemanusiaan. Hal tersebut tentunya tertuang melalui kurikulum berbasis moderasi beragama.
Romantisme moderasi beragama memiliki beberapa langkah strategis dalam upaya penerapannya oleh pemerintah; pertama, moderasi beragama sebagai upaya perhatian pemerintah untuk membuat perencanaan pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN). Kedua, pelibatan lembaga pendidikan baik formal maupun non formal untuk meningkatkan rasa kepeduliaan dan kemanusiaan, nilai-nilai kerukunan umat dalam beragama, serta romantisme moderasi beragama. Ketiga, pengembangan adanya kajian literasi beragama serta pendidikan lintas iman. Keempat, perlu adanya peningkatan pelatihan dan praktik pengalaman pembelajaran lintas agama agar lebih paham tentang toleransi.