Stadium General, Menilik Sisi Akidah dan Ekonomi Islam Nusantara

Foto Narasumber yaituTurmudzi Dosen Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Walisongo Semarang dan Akhmad Syakir Kurnia Dosen Universitas Diponegoro.
Foto Narasumber yaituTurmudzi Dosen Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Walisongo Semarang dan Akhmad Syakir Kurnia Dosen Universitas Diponegoro.
Foto Narasumber yaituTurmudzi Dosen Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Walisongo Semarang dan Akhmad Syakir Kurnia Dosen Universitas Diponegoro.

lpminvest.com– Civitas akademika Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) berpusat dalam Stadium General. Kegiatan ini berlangsung di Auditorium II Kampus III UIN Walisongo dengan bertajuk Islam Nusantara Tinjauan Akidah dan Perkembangan Ekonomi.  Selasa, (25/2/2020).

Menghadirkan dua narasumber yaitu Turmudzi Dosen Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Walisongo Semarang dan Akhmad Syakir Kurnia Dosen Universitas Diponegoro.

Dalam pemaparan A. Turmudzi menyampaikan bahwa Islam adalah agama rahmatan lil alamin, Islam mencerminkan akhlakul karimah untuk umat muslim yang merupakan tradisi walisongo, bukan menjadi perpecahbelahan.

“Islam Nusantara sebagai pewaris tradisi sahabat, tabi’in dan salafushalih artinya Islam itu sebagai sumber akhlakul karimah dan prilaku yang bermartabat bukan ujaran kebencian, kebohongan, dan permusuhan. Islam yang ada di Nusantara juga merupakan warisan dari tradisi walisongo (salafussholih) yang mana mereka juga mewarisi dari tabi’in dan para sahabat,” tambah laki-laki lulusan S3 Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta tersebut.

Lain halnya dengan Ahmad Syakir yang meninjau Islam Nusantara dari segi perkembangan ekonomi  yang berdasarkan tiga mahzab yakni mahzab Iqtishaduna atau Baqir al-Sadr, Mainstream, dan Alternatif Kritis.

“Menurut mahzab baqir Ekonomi Islam Nusantara itu tidak ada, karena tersusun dari filosofi yang berbeda. Ekonomi Islam itu bukan suatu yang absolut, tapi Islam yang absolut.  Maka ekonomi pasti akan mengalami perkembangan-perkembangan yang lebih luas seiring berkembangnya zaman,” terangnya.

Berbeda dengan mahzab maenstream yang relatif lebih moderat, yakni ditampilkan dengan metode konvensional.

“Kebanyakan tokoh mahzab ini menjabat sebagai staff, peneliti, memiliki jaringan erat dengan lembaga regional dan internasional seperti IMF, World Bank, dll. Sehingga mahzab ini lebih bersifat moderat,” tambahnya.

Berbeda lagi dengan mahzab alternatif kritis yang disampaikan Syakir, dimana harus dikaji ke dalam konvensional dan Islam. Hal ini karena terdapat pemikiran sistem ekonomi Islam sekaligus terus menemukan prinsip baru dalam sistem tersebut. Menafsirkan asumsi-asumsi dan sebuah pernyataan positif dari Alquran dan Assunah bagi ilmu ekonomi. Rifky_[i]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *