Indonesia Impor Beras, Keuntungan atau Kerugian?

Oleh: Risky Darmawan
Oleh: Risky Darmawan

Maraknya kabar impor beras yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada awal tahun 2018, tentu banyak menimbulkan berbagai perspektif. Pemerintah menilai akhir-akhir ini terjadi lonjakan harga beras di pasaran.

Berdasarkan data yang dikutip dari laman resmi detik.com per tanggal 4 Desember 2017, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis harga beras bulan November 2017. Harga beras kelas medium mengalami kenaikan 1,79 persen, yakni Rp 9.280/Kg. Kenaikan juga diikuti beras kelas premium sebesar 0,38 persen atau Rp 9.539/Kg. Tidak ketinggalan beras kelas rendah pun naik hingga 2,33 persen, yakni Rp 9.039/Kg.

Berdasarkan data tersebut kita dapat melihat semua jenis beras dari beras rendah, medium hingga premium mengalami kenaikan harga. Lalu, strategi apa yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut? Bagaimana pula efek yang dirasakan petani padi?

Langkah Pemerintah

Setelah viral munculnya Peraturan Menteri No. 1 Tahun 2018, menyoal upaya pemerintah dalam menyikapi kenaikan harga beras saat ini yang mencapai kisaran Rp 13.000/Kg. Pemerintah berencana melakukan kebijakan impor beras dari Thailand dan Vietnam sebanyak 500.000 ton. Impor beras tersebut ditargetkan dapat diterima dan dinikmati masyarakat antara akhir Januari hingga awal Februari 2018.

Menurut Enggartiasto Lukita selaku Menteri Perdagangan, menilai kebutuhan masyarakat akan beras medium sangat dominan. Alasan tersebut yang menyebabkan langkah impor beras dinilai tepat untuk menekan harga. Sehingga harga beras medium bisa kembali normal di kisaran Rp 9.450/Kg seperti yang diharapkan masyarakat.

Imbas kebijakan Impor Beras

Kebijakan pemerintah yang menghendaki impor beras dari Thailand dan Vietnam, seakan menjadi kabar buruk bagi para petani padi dalam negeri. Pasalnya, waktu mengeluarkan wacana impor beras tersebut mendekati waktu panen raya, otomatis akan sangat berpengaruh pada pendapatan petani lokal.

Panen raya yang diperkirakan akan terjadi di awal Maret, tentu akan menimbulkan stok berlebih jika impor beras tetap dilakukan. Seperti pada teori penawaran, apabila stok barang (padi) melimpah akan menimbulkan turunya harga. Apabila harga barang turun, otomatis penjualan dari hasil panen tersebut sangatlah sedikit. Alhasil, petani merugi banyak.

Semestinya sebelum pemerintah mengambil kebijakan impor beras, terlebih dahulu memikirkan kesejahteraan petani lokal. Saya menilai langkah pemerintah ini cenderung tergesa-gesa mengingat kebijakan ini mendekati musim panen raya. Alangkah lebih baik jika pemerintah lebih memprioritaskan kesejahteraan petani ketimbang impor dari negara asing. Misalnya mengalokasikan dana untuk pembangunan irigasi agar panen bisa merata, supaya tidak lagi menggantungkan air hujan untuk pengairan sawah. Sehingga masalah kelangkaan bisa sedikit teratasi dan kestabilan harga dapat dikelola dengan baik, sehingga kesejahteraan petani bisa lebih terjamin. [i].

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *