Selepas terjadinya ledakan bom di kawasan sarinah Jakarta menimbulkan berbagai macam hipotesa terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya terorisme, antara faktor tersebut adalah sejarah, politik, ideologi, maupun ekonomi. Walaupun sebenarnya belum ada yang bisa memastikan penyebab terjadinya aksi terorisme. Secara pasti.
Namun demikian, di antara faktor-faktor tersebut, ada dua faktor yang menurut penulis menjadi faktor yang paling dominan, yaitu faktor ideologi dan ekonomi. Banyak kemudian pelaku teror yang menganggap aksinya adalah bentuk dari semangat keagamaan, dan kemudian juga menganggap bahwa aksinya berdasarkan perintah agama. Untuk membela agama.
Padahal, Sigmun Freud sudah mengingatkan kita, bahwa sebagai manusia yang mempercayai agama, di mana dalam kepribadian manusia maupun keagamaan manusia dari sisi psikoanalisa ada tiga sistem yang harus disadari sebagai bagian dari kesadaran kita. Ketiga sistem tersebut adalah id, ego, dan superego, yaitu alam sadar, alam pra-sadar, dan alam tidak sadar.
Juga menurut Freud, yang mempunyai posisi paling dominan dalam jiwa manusia adalah ketidaksadaran. Bukan alam sadar. Perilaku manusia dikendalikan oleh alam bawah sadar seperti; insting, hasrat, dan libido. Maka dari itu, Freud berkeyakinan bahwa manusia yang meyakini agama secara berlebihan semacam keyakinan terorisme bagian dari jihad yang diperintahkan agama adalah sebuah pemahaman yang tidak tepat-kegilaan-manusia terhadap agama.
Pemahaman semacam ini biasanya berdasarkan teks-teks agama yang dipahami tidak secara menyeluruh. Sepotong-sepotong. Serta, fanatisme yang berlebihan mengakibatkan manusia semakin jauh dari esensi agama itu sendiri diciptakan. Sejatinya, agama merupakan nilai moral yang sudah melekat pada diri manusia itu sendiri, karena manusia merupakan mahkluk etis. Tidak bisa terbantahkan pula, bahwa agama erat hubungannya dengan nilai moral. Agama apapun. Nilai moral tersebut bisa kita telaah dengan kritis, metodis, dan sistematis dengan kita tetap tinggal dalam konteks agama tersebut.
Sosio-ekonomi
Faktor ekonomi jelas sering disebut-sebut sebagai faktor yang turut andil dalam menumbuhkan minat sesorang melakukan aksi terorisme. Pandangan semacam ini dapat kita jumpai dalam artikel-artikel yang fokus mengkaji terorisme. Dalam jurnal, media elektronik, media cetak dan media yang lain.
Kesenjangan sosial, kemiskinan, pengangguran atau generasi muda yang tidak mempunyai prospek ekonomi adalah faktor sosio-ekonomi yang merupakan arus utama penyebab terjadinya aksi-aksi terorisme di dunia. (Ehrlick, Liu; 2002). Tetapi faktor-faktor sosio-ekonomi ini masih dalam perdebatan banyak pengamat terorisme. Sehingga faktor ini kerap kali luput dari perhatian negara-negara maju, karena dipandang faktor ini tidak relevan dengan keadaan perekonomian negara maju yang seyogyanya perekonomiannya sudah mapan dan akan terus berkembang.
Dalam literatur empiris, terlihat bahwa kemiskinan serta kondisi ekonomi suatu negara tidak berkorelasi secara langsung dengan jumlah aksi terorisme yang sering terjadi di dunia. Namun, ada teori yang memprediksi bahwa kemiskinan dan kondisi ekonomi yang kurang baik berpengaruh pada kualitas teror (Benmelech, berrebi, klor; 2010).
Kemudian kemiskinan dan banyaknya pengangguran atau masa depan anak-anak muda yang tidak memiliki prospek ekonomi menjadi lahan basah bagi pelaku aksi teror untuk merekrut mereka dengan iming-iming sejumlah uang yang akan diberikan kepada keluarganya setelah ia sudah melakukan aksi teror di wilayah yang ditentukan oleh kelompok-kelompok teror tersebut. Sebagai pengantin-istilah yang biasa digunakan teroris-untuk pelaku aksi terornya.
(Lana_Invest).