Politik Pemerataan Ekonomi Ala Muhammad

google.doc

Hasil rekapitulasi Badan Pusat Statistik (BPS) tentang pendapatan perkapita rakyat Indonesia telah mencapai rata-rata 4.000 dolar AS per tahun. Sementara hasil survei Bank Pembangunan Asia cukup mencengangkan dengan mengungkapkan bahwa gap tingkat kesejahteraan antara orang kaya dan miskin di negeri ini semakin kentara.

Hal ini ditunjukan dengan catatan Bank Pembangunan Asia yang menyatakan bahwa jumlah orang terkaya di Indonesia sebanyak 20 persen memiliki harta 48 persen harta di negeri ini. Namun ironisnya 40 persen orang miskin di negeri ini hanya memiliki 16 persen.

BPS juga memberikan data profil kemiskinan di Indonesia yang membuktikan bahwa sebagian besar penduduk miskin terpusat di daerah pedesaan, yaitu sebesar 64,23 persen dari 28,55 juta jumlah orang miskin di Indonesia. Ini artinya bahwa mayoritas rakyat Indonesia ekonominya berada dikelas bawah atau miskin, karena dari 237,6 juta warga negara Indonesia mayoritas hidup dipedesaan.

Untuk memecahkan permasalahan itu pemerintah mengirimkan angkatan tenaga kerja Indonesia (TKI) ke beberapa negara asing untuk bekerja baik disektor formal maupun informal. Tidak sampai disitu, melihat jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat sementara lapangan pekerjaan tidak memadai.

Sehingga Menteri Tenaga Kerja dan Trasmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar memproyeksikan tahun 2013 angkatan kerja di Indonesia mencapai 121,43 juta jiwa.Meskipun tidak mencapai target karena sampai akhir 2013 Menakertrans memberangkatkan angkatan tenaga kerja Indonesia 512.168 jiwa.

Sungguh fakta yang sangat menyedihkan ditengah negaranya yang kaya sumber daya alam tetapi ribuan rakyat Indonesia justru harus menjadi budak bagi negara lain. Belum lagi banyak angkatan TKI yang mendapat perlakuan kasar, pelecehan seksual sampai pada pembunuhan.

Pada akhirnya pemerataan kesejahteraan ekonomi menjadi harga mati untuk digalakkan pemerintah. Agar apa yang dicita-citakan pada UUD 1945 pasal 33 tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial tercapai. Kenyataan ini juga seharusnya menjadi bahan renungan dan program kerja bagi para capres-cawapres tahun 2014 sekarang ini. Agar masyarakat tidak hanya berbondong-bondong memilih pemimpin tetapi mereka juga ikut merasakan kerja nyata untuk kesejahteraan hidup.

Meneladani Kebijakan Ekonomi Muhammad

Sosok Muhammad dalam daftar orang-orang yang berpengaruh di dunia menduduki peringkat pertama. Banyak hal yang mendasari ini diantaranya kebijakan-kebijakan Muhammad baik disektor politik, ekonomi dan hubungan sosial  berpengaruh pada manusia secara massiv. Meskipun pada zamannya kebijakan Muhammad dianggap frontal dan menyalahi norma-norma sosial yang ada saat itu.

Tetapi satu hal yang perlu dicatat bahwa jazirah Arab kini menjadi salah satu negara yang masyarakatnya sejahtera, dari yang dulunya terpuruk dan angka kemiskinannya tinggi. Salah satu kebijakan beliau yang cukup mengejutkan masyarakat pada waktu itu adalah memecahkan konsentrai ekonomi yang ada di Quraisy.

Sebagai seorang pemimpin Quraisy pada waktu itu Muhammad merasa resah ketika melihat masyarakat di pinggiran jazirah Arab berada digaris kemiskinan yang sangat parah. Banyak orang meregang nyawa gara-gara busung lapar. Hasil pertanian yang ada dipinggiran Arab dieksploitasi seluruhnya ke Quraisy. Akibatnya para petani dan masyarakat di daerah pinggiran Arab miskin di tengah daerahnya yang merupakan sumber pertanian.

Melihat kondisi seperti ini Muhammad mengambi langkah tegas dengan memindahkan pusat monumen ritual keagamaan ke Baitul Maqdis(Yerusalem). Menurut riwayat yang falid bahwa Kakbah selain sebagai tempat menghadap orang beribadah, di sana juga menjadi pusat perekonomian orang Arab pada saat itu.

Sehingga disekelilingnya merupakan lahan basah untuk para sodagar-sodagar menjajakkan dagangannya yang dibeli murah dari daerah pinggiran Arab. Akibatnya Quraisy menjadi semacam monopoli ekonomi yang kuasai oleh aristokrat-aristokrat rakus.

Langkah Muhammad ternyata tidak sia-sia meski perpindahan pusat perekonomian  hanya berlangsung cukup singkat yakni 17 bulan tetapi imbasnya sangat terasa sampai sekarang ini. Ekonomi masyarakat Arab kini tidak lagi sentralistik di Quraisy tetapi menyebar ke semenanjung Arab. (Firdaus/[j]).

* Penulis adalah Firdaus, Direktur eLSA Justisia Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *