Ekonomi Islamnya Indonesia*

Perdebatan tentang ekonomi Islam menjadi perhatian yang menarik, termasuk di Indonesia yang berpenduduk mayoritas Islam. Pertemuan Islam dan tradisi juga tidak luput memunculkan banyak perbedaan tentang ajaran-ajaran ataupun dogma yang diyakini masing-masing pemikiran muslim di Indonesia.

Terkait dengan pendapat ekonom muslim yang memisahkan ilmu ekonomi sebagai science dari sistem ekonomi, dan berpendapat bahwa ekonomi berlaku universal dan terlepas dari sistem nilai agama ataupun ideologi apapun. Secara umum pemikiran ekonom muslim tersebut saya sepaham dengan apa yang mereka tawarkan, meski dalam beberapa hal mungkin kita harus mengaskan perlu ada penekanan etika yang islami dalam sebuah perilaku ekonomi.

Tidak hanya Islam yang mempunyai sifat universal, ekonomi Islam hemat penulis mempunyai universalitas sesuai dengan misi Islam rahmatan lil alamin untuk menjadi agama yang memberikan rahmat bagi seluruh umat manusia, tidak hanya berlaku untuk orang muslim saja. Hal ini menyambut apa yang disampaikan Monzer Kahf bahwa ekonomi Islam dapat digunakan oleh semua kalangan termasuk non muslim, dia juga berpendapat bahwa ekonomi Islam tidaklah harus dilabelkan dalam sebuah nama, semisal dengan ‘Islam’.

Sesuai dengan pendapatnya sebenarnya kita sebagai umat Islam agar tidak terjebak pada simbolistik terhadap sesuatu, namun kita dituntut untuk memahami ‘Islam’ dalam artian yang luas dan mendalam. Kahf juga berpendapat bahwa identitas ekonomi Islam, tidaklah harus selalu disebutkan dengan akhiran “Islam”, menurutnya cukup dengan kata-kata ekonomi saja. Ia beralasan bahwa itu tidak diperlukan oleh agama kita dan begitu juga para sarjana muslim, namun hal ini dengan catatan bahwa jika dalam hal ini kita bisa memimpin baik secara kultural maupun yang lainnya.

Gerakan ekonomi Islam yang begitu masif beriringan dengan gerakan fundamentalis Islam, meski kita kemudian menjustifikasi bahwa itu sebuah yang negatif. Kritik akan gerakan tersebut seperti apa yang dikemukakan Timur Kuran seorang ekonom muslim dari Turki, ia mengatakan bahwa labelisasi termasuk dalam ekonomi tumbuh beriringan dengan kebangkitan fundamentalisme Islam yang tumbuh subur.

Kalau kita melihat fenomena di masyarakat Indonesia terkait dengan perkembangan ekonomi Islam, hemat saya kita sebagai umat Islam jangan sampai kita terjebak pada labelisasi dan favoritisme semata.Yakni karena Islam sebagai mayoritas penduduk di negara kita kemudian dengan spirit Islam kita berusaha untuk melegalkan ekonomi Islam sebagai sebuat sistem yang dipakai.Akan lebih bijak saya kira kalau subtansi dari nilai etika yang dilakukan oleh ekonom sesuai dengan spirit Islam yang memang rahmat untuk semua.

*Oleh: Ubbadul Adzkiya’_Mahasiswa Minat Ekonomi Islam, Agama Lintas Budaya SPS Universitas Gajah Mada.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *